Jumat, 29 Maret 2013

SKENARIO
Seorang anak, wanita, umur 5 tahun, dibawa ke rumah sakit karena ada bintik-bintik merah di lengan, tungkai, dan badan, dan keluar darah dari anusnya, serta tidak disertai demam. 6 hari sebelumnya anak tersebut baru sembuh dari batuk pilek.

KATA KUNCI
  Anak perempuan 5 tahun
  Bintik merah di lengan, tungkai, dan badan.
  Darah keluar dari anus.
  Tidak demam.
  Baru sembuh dari batuk pilek 6 hari lalu.

 PERTANYAAN
1.      Mekanisme Hemostasis?
2.      Jelaskan Patofisiologi dari tiap-tiap gejala?
3.      Bagaimana hubungan batuk pilek dari gejala yang ada di skenario?
4.      DD dari skenario?
5.      Anamnesis tambahan dan pemeriksaan fisik?
6.      Pemeriksaan penunjang?
7.      Penatalaksanaan?
8.      Pencegahan?
9.      Komplikasi?
10.  Prognosis?
JAWABAN PERTANYAAN
1.      Mekanisme Hemostasis?

Hemostatis (= proses penghentian perdarahan) adalah usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bila terjadi luka pada pembuluh darah dan darah tetap cair dan mengalir secara lancar. Proses hemostatis dimulai bila bila trauma, pembedahan atau penyakit yang merusak lapisan endotel pembuluh darah dan darah terpajan pada jaringan ikat subendotel. Kelangsungan hemostatis dipertahankan melalui proses keseimbangan antara perdarahan dan trombosis, bergantung pada beberapa komponen :
a.       Sistem vaskuler
b.      Trombosit
c.       Faktor koagulasi darah
d.      Fibrinolisis, dan akhirnya perbaikan jaringan
Gangguan sistem ini dapat menimbulkan masalah mulai dari bermacam-macam perdarahan yang sulit diatasi setelah terjadinya luka sampai pembekuan darah yang tidak pada tempatnya dalam pembuluh darah.
Mekanisme hemostatis normal terdiri atas 3 fase, yaitu :
a.       Interaksi sel endotel dengan trombosit = primary hemostatic plug. Proses vasokonstriksi lokal dan pembentukan platelet plug dinamakan hemostatis primer. Ini terjadi dalam beberapa detik selama terjadinya luka dan amat penting untuk menghentikan kehilangan darah melalui kapiler, arteriol kecil, dan venula.
b.       Fase koagulasi, disini trombin dihasilkan dan fibrin terbentuk pada platelet scaffold. Proses koagulasi darah sekitar luka sampai terbentuknya fibrin stabil dinamakan hemostatis sekunder. Proses ini berlangsung beberap menit. Untaian fibrin yang terbentuk memperkuat primary hemostatic plug.
c.       Terbentuknya ikatan peptida antara molekul fibrin sehingga menghasilkan jaringan fibrin yang stabil.
Fibrinolisis adalah proses degradasi enzimatik pada bekuan fibrin untuk membatasi aktivasi koagulasi sampai daerah sekitar luka dinding pembuluh darah dan menjaga keutuhan pembuluh darah.
a.       Hemostasis Primer
Gangguan terhadap endotel secara langsung mengaktifkan keempat komponen hemostatis. Setelah kejadian ini, akan berlangsung kejadian-kejadian berikut :
1)        Pertama, vasokontriksi yang cepat mengurangi aliran darah dan mendorong aktivasi kontak trombosit dan faktor-faktor koagulasi. Vasokontriksi merupakan reaksi refleks otot polos dalam pembuluh darah yang berlangsung singkat yang dihasilkan oleh cabang simpatik sistem saraf otonom  akibat luka pada pembuluh darah kecil untuk menghentikan perdarahan. Vasokontriksi ini ditunjang dan dipertahankan dengan dikeluarkannya serotonin dari trombosit dan terbentuknya tromboksan A2. Vasokontriksi juga mengakibatkan perluasan kontak antara dinding pembuluh darah yang terobek, trombosit, dan protein koagulasi. Endotel mengandung jenis jaringan seperti kolagen dan elastin. Matriks jaringan ikat ini mengendalikan permeabilitas bagian dalam dinding pembuluh darah dan merupakan stimulus utama terhadap trombosis setelah terjadi kerusakan pembuluh darah.
2)        Pada fase berikutnya, trombosit segera beradhesi pada jaringan subendotel yang terpajan, terutama serabut kolagen dengan bantuan faktor von Willebrand, mengeluarkan pseudopod sepanjang permukaan. Adhesi ini berlangsung selama 1-2 menit setelah robekan endotel. Adenosindifosfat (ADP), yang dikeluarkan dari granula padat trombosit memulai agregasi trombosit, membentuk primary hemostatic plug yang longgar dan tidak stabil. Fosfolipid membran trombosit membentuk asam arakhidonat, untuk menghasilkan tromboksan A2. Tromboksan A2 mempunyai efek vasokonstriktor, kemudian menyebabkan agregasi trombosit. Trombin yang semula terbentuk akibat dorongan luka merangsang perubahan bentuk trombosit, disertai perubahan plug primer dari tidak stabil menjadi plug yang stabil, tempat fibrin kemudian diletakkan. Selain pembentukan plug hemostatik, trombosit mempunyai peran penting yang lain, yaitu menyediakan aktivitas prokoagulan esensial disebut platelet fctor 3 (PF-3) yang jadi tersedia selama agregasi trombosit. Plug pada tempat luka juga mendorong terjadinya vasokontriksi pembuluh darah lokal dengan mengeluarkan tromboksan A2 dan amin vasoaktif, termasuk serotonin dan epinefrin.
Agregasi trombosit dapat ditimbulkan oleh beberapa bahan seperti kolagen, enzim proteolitik (misalnya trombin), dan amin biologik (misalnya epinefrin dan serotonin). Agregasi trombosit yang disebabkan oleh ADP, disertai oleh reaksi platelet-release (degranulasi) yang mengelurkan isi granula sitoplasmik tombosit pada permukaan trombosit.
Trombosit berbentuk cakram diameternya 1-2 μm, volumenya rata-rata 5-8 fl, berasal dari fragmentasi sitoplasma megakariosit di sumsum tulang; tiap sitoplasma megakariosit menghasilkan kurang lebih 1.000 – 4.000 trombosit. Jumlah trombosit di dalam darah tepi rata-rata 250.000/mm3 (antara 150.000 – 400.000/mm3) dan selalu kurang lebih konstan, karena mekanisme kontrol dari bahan humoral yang disebut trombopoietin. Pertukaran trombosit atau trombopoiesis efektif yang dirangsang oleh trombopoietin, rata-rata 350.000/mm3 ± 4.300/mm3/hari. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang trombopoiesis. Tempat pembuatan trombopietin ini masih belum diketahui dengan jelas.
Marrow Transit Time, periode maturasi megakariosit, lebih kurang 5 hari. Diyakini bahwa trombosit semula masuk limpa dan tinggal disana selama 2 hari, kemudian berada baik dalam sirkulasi darah atau dalam cadangan limpa yang aktif. Selama itu, rata-rata dua pertiga jumlah seluruh trombosit berada dalam sirkulasi sistemik, sedang sepertiga lainnya tetap berada sebagai cadangan trombosit dalam limpa dan bebas bertukar dengan trombosit sirkulsi umum. Umur trombosit di dalam darah tepi berkisar antara 7 sampai 10 hari. Pada akhir hidupnya, trombosit difagositosis oleh hati dan limpa dan jaringan sistem retikuloendotelial lain.
Dengan pemeriksaan mikroskop elektron, ultrastruktur trombosit diketahui terdiri atas beberapa bagian :
1)      Glikokaliks, selaput berbulu halus, mengelilingi membran trombosit. Reseptor glikoprotein pada glikokaliks ini menjadi media reaksi kontak membran pada adhesi trombosit, perubahan bentuk sel, kontraksi internal dan agregasi.
2)      Membran sitoplasma, di sini dan ke bagian dalam trombosit terdapat open ended canalicular system = surface connecting system, yang berfungsi sebagai tempat absorbsi selektif faktor-faktor koagulasi plasma; menghasilkan aktivitas prokoagulan (PF-3) dan asam arakhidonat untuk proses koagulasi fagositosis tempat pengeluaran ADP, serotonin, PF-3, dan lain-lain.
3)      Mikrofilamen dan mikrotubula, terdapat langsung dibawah membran sel; menghasilkan sitoskeleton untuk mempertahankan bentuk diskoid sel dalam sirkulasi dan mempertahankan posisi organel; mengatur orgnisasi internal sekresi bahan koagulasi darah, misalnya fibrinogen; bekerjasama dengan dense tubular system mengatur pengeluaran ion Ca; mengandung trombostenin yang dapat menyebabkan trombosit berkonstriksi.
4)      Granula dalam trombosit yan matang: granula alfa yang terbanyak, electrondense granules, lisozom, dan granula glikogen. Granula-alfa yang spesifik mengadung antagonis heparin PF-4, tromboglobulin-beta, retraktozim, platelet-derived growth factor (PDGF), beberapa protein yang terdapat dlam plasma termsuk fibrinogen dan faktor V dan VII dan faktor-faktor koagulasi lain yang diserap dari plasma. Electrondense granules mengandung serotonin, cadangn ADP, ion Ca++, fosfat, katekolamin, prostaglandin, dan PF-4. Granula lisozom mengandung enzim hidrolitik. Sekresi dikeluarkan melalui kontraksi seluler, disalurkan kedalam open ended canalicular system. Granula glikogen adalah sumber glikogen untuk glikolisis anaerobik.
5)      Mitokondria, berperan pada proses fosforilasi oksodatif; merupakan sumber energi metabolisme aerob.
6)      Kandungan lain sitoplasma: protein kontraktil, termasuk aktomiosin (trombostenin), miosin dan filamin; glikogen, dan enzim jalur glikolitik dan heksosa.
Faal trombosit bermacam-macam, yaitu:
1)      Reaksi adhesi. Segera setelah terjadi luka pada pembuluh darah, sel-sel trombosit beradhesi pada jaringan kolagen sobendotelial pada tempat luka tersebut. Agar faal adhesi dapat berlangsung baik diperlukan 2 hal, yaitu: adanya faktor von Willebrand yang cukup dan adany fosfolipid yang adekuat pada lapisan permukaan trombosit.
2)      Reaksi release: Kontak antara sel trombosit dengan jaringan kolagen subendotelial atau trombin dapat merangsang terjadinya reaksi release ini. Pada reaksi ini ADP, serotonin, faktor-4 trombosit dan tromboksan-A2 dikeluarkan melalui open ended canalicular system. Tromboksan dan serotonin menyebabkan vasokontriksi lokal sedang ADP menyebabkan reksi agregasi.
3)      Reaksi agregasi: Zat ADP dan juga tromboksan-A2 meyebakan trombosit beragregasi pada tempat luka. Dengan demikian terbentuklah platelet pulg dan perdarahan dapat berhenti.
4)      Aktivitas prokoagulan: Salah satu aktivitas prokoagulan yang penting adalah produksi faktor-3 trombosit (PF-3), yang suatu fosfolipid yang dihasilkan oleh lapisan permukaan trombosit. PF-3 ini berperan penting dalam proses hemostatis sekunder (koagulasi)
5)      Reaksi fusi: ADP kadar tinggi, beberapa enzim dan trombostenin menyebabkan trombosit yang telah beragregasi mengadakan fusi secara ireversibel.
Trombosit bertanggung jawab terhadap berbagai aktivitas akibat kerusakan vaskuler, termasuk :
1)      Terus menerus mempertahankan integritas vaskuler dengan menutup defisiensi minor pada endotel
2)      Menstabilkan platelet plug melalui efek prokoagulan fosfolipid, PF-3
3)      Pada mekanisme koagulasi darah untuk membentuk fibrin
4)      Mendorong penyembuhan vaskuler dengan menstimulasi migrasi dan proliferasi sel endotel dan sel otot polos media melalui penglepasan mitogen platelet-derived growth factor (PDGF)
Kelainan hemostatis primer, pada dasarnya berupa:
1)      Vaskulopati, misalnya Sindrom Schönlein-Henoch
2)      Trombopati kuantitatif :
i)        Trombositopenia
(1)   Gangguan produksi:
(a)    Hipoproliferasi: anemia aplastik
(b)   Trombopoiesis tidak efektif:
·         Anemia Megaloblastik
·         ANLL M7
(2)   Gangguan distribusi:
(a)    Splenomegali: “pooling”  trombosit
(b)   Limfoma
(3)   Pengenceran/pencairan : Transfusi darah masif
(4)   Pengrusakan abnormal
(a) Non-imun : DIC
(b) Infeksi: DHF, sepsis
(c) Imun:
·         Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
·         Obat: Kina, kinidin, sulfa, dilantin dll.
·         Trombositopeni neonatal
·         Purpura post-transfusi
(5)   Konsumsi abnormal : DIC, DHF
ii)      Trombositosis
3)  Trombopati Kualitatif (fungsional) = Trombastenia atau prombopati
i)     Gangguan adhesi
ii) Gangguan agregasi
       Diphenydramin : mencegah agregasi trombosit
iii)    Gangguan platelet release reaction
as. Asetil salisilik : mengganggu pelepasan ADP
asetilasi ® membran trombosit
b. Hemostatis Sekunder (=koagulasi)
Proses koagulasi terjadi segera setelah reaksi adhesi dan agregasi trombosit. Pada luka pembuluh darah yang sangat kecil tidak diperlukan hemostatis sekunder. Sasaran fase koagulasi adalah konversi fibrinogen yang larut menjadi fibrin yang tidak larut. Dalam keadaan normal trombin tidak terdapat dalam sirkulasi dan harus diaktifkan dari zimogennya, protrombin, oleh protrombinase, sebuah aktivitas yang dihasilkan dari kompleks yang terdiri dari serine protease (enzim), kofaktor, dan setengah lemak.
Proses koagulasi ini terdiri dari :
1)      Koagulasi invitro
2)      Koagulasi invivo
3)      Regulasi Koagulasi
4)      Pembentukan Fibrin
5)      Stabilisasi Fibrin

c. Proses Fibrinolisis
Fibrinolisis adalah pelarutan fibrin secara enzimatik oleh suatu zat yang dinamakan plasmin. Fibrinolisis terjadi mengikuti pengeluaran aktivator plasminogen jaringan dari dinding pembuluh darah. Pembersihan dengan cara fibrinolisis terhadap bahan hemostatis yang berlebih diperlukan untuk mengembalikan integritas pembuluh darah.
Sumber utama komponen fibrinolitik dan penghambat fibrinolisis dlam darah adalah hati (misalnya plasminogen dan inhibitor utama plasmin : alfa – 2 – antiplasmin) dan dinding pembuluh darah (misalnya aktivator plasminogen tipe-jaringan = tissue-type plasminogen activator = t-PA). Inhibitor utama aktivator plasminogen, PAI-1, dihasilkan dalam jumlah besar oleh endotel pembuluh darah, juga terdapat dalam trombosit dalam peredaran darah.
Deposit fibrin disertai oleh aktivaasi fibrinolisis. Fibrinogen dan fibrin merupakan substrat untuk aksi proteolitik plasmin. Plasmin normal terdapat dalam bentuk zimogennya yang inaktif, plasminogen dan cairan tubuh. Aktivator plasminogen yang dibuat dalam endotel dan sel-sel lain terdapat dalam 2 bentuk utama : aktivator plasminogen jaringan (t-PA) dan urokinase. Aktivator ini, pada gilirannya, diinaktivasi oleh inhibitor aktivator plasminogen (PAIs), diantaranya adalah PAI-1. Fibrin yang dihasilkan, plasminogen dan t-PA membentuk suatu kompleks.
Plasmin yang ditimbulkan melalui aktivasi plasminogen oleh t-PA, akan menghidrolisis fibrinogen dan fibrin menjadi fibrinogen degradation product (FDP). Dengan demikian fibrinolisis lokal berlangsung, fibrin yang tidak diperlukan dilarutkan sehingga hambatan aliran darah dapat dicegah. FDP sendiri mempunyai sifat antikoagulan dan dengan demikian juga dapat menghambat proses koagulasi yang berlebihan.
Plasmin yang masuk sirkulasi segera dinetralkan oleh inhibitor netral, terutama alfa-2-antiplasmin. Aktivitas proteolitik plasmin dengan demikian dibatasi pada tempat deposit fibrin. Pada beberapa keaadaan inhibitor dapat terkekang, hingga terjadi hiperplasminemia dengan akibat terjadi fibrinogenolisis.

1.      Jelaskan patofisiologi dari tiao-tiap gejala?
Trombositopenia dapat disebabkan oleh gangguan fungsi trombosit, gangguan produksi trombosit, gangguan penghancuran trombosit dan gangguan distribusi trombosit, serta kebutuhan trombosit yang meningkat. Trombositopenia dapat memudahkan terjadinya perdarahan dan darah sulit membeku terutama pada kulit dan membran mukosa. Manifestasi perdarahan pada kulit dapat berupa bintik-bintik merah yang disebut peteki. Manifestasi perdarahan juga dapat terlihat pada mukosa, misalnya pada mukosa saluran cerna sehingga akan muncul gejala berupa keluar darah dari anus yang disebut hematochezia.
Petekia merupakan lesi hemoragik keunguan, datar, bulat, tidak memucat, berdiameter 1-4 mm. Bintik merah pada lengan, tungkai, dan badan menunjukkan adanya pendarahan di bawah kulit yang mengenai kapiler-kapiler kecil. Hal ini terjadi pada penderita yang mengalami trombositopenia. Kadar trombosit biasanya kurang dari 30.000/mm3. Normalnya pendarahan pada kapiler ini dapat diatasi dengan mekanisme hemostasis tubuh. Darah yang keluar dari anus menunjukkan adanya perdarahan gastrointestinal.    Terdapat 2 macam perdarahan gastrointestinal yaitu :
a.       Hematochezia yaitu keluarnya darah segar melalui anus. Lokasi perdarahan biasanya pada bagian bawah.
b.      Melena yaitu darah yang keluar dari anus berwarna kecoklat-coklatan dan bercampur dengan feces. Lokasinya pada saluran atas.

1.      Timbulnya batuk dan pilek sebelumnya disebabkan penderita terkena infeksi. Adapun beberapa penyakit perdarahan gejala awalnya umumnya disertai tanda terkena infeksi. Infeksi oleh virus ataupun mikroba disebabkan salah satunya penurunan kadar neutrofil ataupun komponen sel darah putih lainnya.
2.      Penyakit perdarahan merupakan semua penyakit dan keadaan dimana terjadi perdarahan spontan atau perdarahan disebabkan oleh suatu trauma, yang pada keadaan normal tidak menyebabkan perdarahan. Gangguan pada mekanisme hemostasis yang normal dapat disebabkan oleh defek pada salah satu dari 3 komponen, yaitu:
·         Gangguan vaskuler
·         Gangguan trombosit
·         Gangguan pembekuan




1.      HUBUNGAN BATUK PILEK
Infeksi bakteri pada saluran napas atas menyebabkan batuk pilek. Bakteri tersebut tidak dapat dihancurkan oleh imunitas seluler sehingga imunitas humoral diaktifkan. Akhirnya, dibentuk IgG. IgG tersebut memiliki reseptor pada membran trombosit. Trombosit yang dihancurkan oleh pembentukan antibodi yang diakibatkan oleh autoantibodi (antibodi yang bekerja pada jaringannya sendiri). Antibodi IgG yang ditemukan pada membran trombosit akan mengakibatkan gangguan agregasi trombosit dan meningkatkan pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag yang membawa reseptor membran untuk IgG dalam limpa dan hati. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah trombosit sehingga terjadi trombositopenia. Trombositopenia tersebut menimbulkan gejala-gejala perdarahan seperti gejala pada kasus.
2.      DIFFERENTIAL DIAGNOSA DARI SKENARIO?


Berdasarkan differential diagnosa diatas kami dapat menyimpulkan bahwa diagnosa sementara pada kasus tersebut yaitu ITP (IDIOPTHIC TROMBOSITOPNEIC PURPURA).

ITP  (IDIOPTHIC TROMBOSITOPNEIC PURPURA)
      Idiopatik Trombositopenia Purpura (ITP)
1) Defenisi
Purpura trombositopenia idiopatik dapat diartikan sebagai suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit ataupun selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui.

2)   Epidemiologi
Purpura trombositopenia idiopatik akut paling sering terjadi pada anak antara umur 2 – 8 tahun, dan lebih sering pada anak wanita.

3)   Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui. Adapun berbagai kemungkinan penyebab yang dapat dikemukakan adalah:
·         Akibat hiperspenisme
·         Intoksikasi makanan atau obat [asetosal, para amino salisilat (PAS), fenilbutazon, diamoks, kina, sedormid]
·         Bahan kimia
·         Pengaruh fisis (radiasi, panas)
·         Kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi)
·         Koagulasi Intravaskular Diseminata (DIC)
·         Autoimun, perlekatan kompleks imun non spesifik
·         Pada lebih dari 50 % kasus, 1 – 6 minggu sebelumnya terkena infeksi virus (ISPA, hepatitis, mumps, mononudeosus infectisa, sitomegalovirus, dll) seperti cacar air atau mononukleosis infeksiosa.
4)      Patogenesis
Sebagaimana telah diketahui bahwa penyebab pasti Purpura Trombositopenia Idiopatik akut belum diketahui. Dan setiap kemungkinan penyebab akan memberikan patogenesis gejala yang berbeda-beda. Trombosit yang melekat pada kolagen yang terbuka dari pembuluh yang cedera, mengkerut dan melepaskan ADP serta faktor 3 trombosit, yang semuanya sangat penting untuk mengawali sistem pembekuan. Kelainan jumlah dan/atau fungsi trombosit dapat mengganggu pembekuan darah. Trombositopenia merupakan keadaan dimana jumlah trombosit sangat menurun.
Jumlah trombosit yang sangat menurun hingga dibawah 50.000 permikroliter (trombositopenia) dapat menyebabkan seseorang cenderung mengalami perdarahan yang berasal dari venula-venula atau kapiler-kapiler kecil dimana diketahui bahwa trombosit terutama diperlukan untuk menutup kebocoran-kebocoran kecil di kapiler dan pembuluh kecil lainnya tersebut. Sebagai akibatnya, timbul bintik-bintik perdarahan yang dapat berwarna merah atau ungu diseluruh jaringan tubuh. Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang lama akibat trauma ringan ditemukan pada jumlah kurang dari 50.000/mm3. Adapun petekie merupakan manifestasi utama yang ditemukan bila jumlah kurang dari 30.000/mm3. Perdarahan mukosa, jaringan dalam dan intrakranial ditemukan bila jumlah kurang dar 20.000/mm3, dan keadaan ini memerlukan tindakan segera untuk mencegah perdarahan dan kematian.
Pada penderita  Purpura Trombositopenia Idiopatik dapat ditemukan trombosit yang dihancurkan oleh pembentukan antibodi yang diakibatkan oleh otoantibodi (antibodi yang bekerja pada jaringannya sendiri). Umur eritrosit menjadi lebih pendek akibat destruksi yang menigkat tersebut.
Antibodi IgG yang ditemukan pada membran trombosit akan mengakibatkan gangguan agregasi trombosit dan meningkatkan pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag yang membawa reseptor membran untuk IgG dalam limpa dan hati.
5)      Gejala Klinis
Gejala klinis pada penderita ITP akut dapat berupa :
·         Perdarahan  →  kulit dan selaput lendir
Petekie dan ekimosis
Melena, hematuri
·         Perdarahan alat dalam → jarang
·         Trombositopeni berat → perdarahan otak


1.      ANAMNESA TAMBAHAN DAN PEMERIKSAAN FISIK?
1.      Data pribadi pasien
2.      Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
ü  Perdarahan anus :
      onset, durasi, banyaknya, warna, nyeri abdomen
ü  Peteki : letak, bentuk
ü  Muntah, disentri, melena
ü  Gejala sendi
3.      Riwayat penyakit keluarga
ü  Hemofilia, leukemia
4.      Riwayat penyakit terdahulu
ü  Penyakit yang sama?
ü  Riwayat batuk pilek
5.      Riwayat pengobatan

6.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
ü  Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit menunjukkan penurunan hemoglobin, hematokrit, trombosit (trombosit di bawah 20 ribu / mm3).
ü  Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom.
ü  Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.
ü  Ringan pada keadaan lama: limfositosis relative dan leucopenia ringan.
ü  Sum-sum tulang biasanya normal, tetapu megakariosit muda dapat bertambah dengan maturation arrest pada stadium megakariosit.
ü  Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal, prothrombin consumption memendek, test RL (+).

TERAPI
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada berapa banyak dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi untuk anak-anak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering digunakan untuk terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara menurunkan aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D. Pasien yang mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah sakit .
Terapi awal ITP (standar) :
Prednison
Terapi awal prednisoon atau prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. respon terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minngu pertama, bila respon baik dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering.

Imunoglobulin intravena (IgIV)
Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selam 2-3 hari berturut-turutndigunakan bila terjadi pendarahan internal, saat AT(antibodi trombosit) <5000/ml meskipun telah mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Pendekatan terapi konvensional lini kedua, untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan . Luasnya variasi terapi lini kedua menggambarkan relatif kurangnya efikasi dan terapi bersifat individual.
1.      Steroid dosis tinggi
Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hr selama 4minggu, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus.
2.      Metiprednisolon
Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pd ITP anak dan dewasa yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari hasil penelitian menggunakan dosis tinggi metiprednisolon 3o mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hr samapi 1 mg/kg sekai sehari.
3.      IgIV dosis tinggi
Imunoglobulin iv dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama 2 hari berturut-turut, sering dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping, terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau disubtitusi dengan anti-D iv
4.      Anti-D iv
Dosis anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah merah rhesus D-positif yang secara khusus diberikan oleh RES terutama di lien, jadi bersaingdengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.
5.      Alkaloid vinka
Misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6 minggu.
6.      Danazol
Dosis 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat. Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya hr 1 tahun dan kemudian diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan.
7.      Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi
Imunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal beresponsdengan terapi lainya. Terapi dengan azatioprin (2 mg kg max 150 mg/hr) atau siklofosfamiddenga sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responya bertandng tertahan sampai 5%.
8.      Dapsone
Dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius.
7.      PENATALAKSANAAN
·         ITP akut tanpa pengobatan, sembuh sendiri
·         Dalam keadaan berat diberikan corticosteroid atau prednison atau oral dengan atau tanpa transfusi darah.
·         ITP Kronik pemberian corticosteroid selama 6 bulan (siklofosfamid dan azatioprin) dan obat immunosupresif.
8.      PENCEGAHAN
Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya. Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan.
Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan. Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.
•       Hindari obat2an :  aspiran atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan peningkatan resiko perdarahan.
•       Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar.
•       Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang.

9.      KOMPLIKSAI
Ø  Anemia karena perdarahan hebat
Ø  Perdarahan otak (intrakranial)


10.  PROGNOSIS
ITP mempunyai prognosis amat baik, meskipun tanpa terapi. Dalam 3 bulan 75% penderita sembuh sempurna, sebagian besar dalam 8 minggu. Pendarahan spontan berat dan pendarahan intrakranial (%) penderita biasanya terbatas pada awal fase penyakit ini. Sesudah fase akut inisial, manifestasi spontan cenderung menurun. Kira-kira 90% dari anak yang terkena telah mencapai hitung trombosit normal 9-12 bulan setelah awitandan relaps merupakan hal yang tidak biasa.